RAHASIA KELUARGA TENTRAM DAN HARMONIS (Versi STIFIn)


oleh:Dwi Kirana LS

Pembagian peran seseorang dalam interaksi sosial suatu keniscayaan. Begitupun dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga antara suami dan istri secara kodrati pasangan itu dicipta, bahwa suami sebagai nahkoda untuk memimpin sedangkan istri disisi yang lain berperan sebagai pengatur untuk mengelola kehidupan rumah tangga.
Pembagian peran seseorang dalam interaksi sosial suatu keniscayaan. Begitupun dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga antara suami dan istri secara kodrati pasangan itu dicipta, bahwa suami sebagai nahkoda untuk memimpin sedangkan istri disisi yang lain berperan sebagai pengatur untuk mengelola kehidupan rumah tangga.
Interaksi yang terjadi pada pasangan suami dan istri (pasutri) tiada pembedaan kasta atau status kelasnya, dimana istri dijadikan abdi dalem (jawa=orang belakang) yang kegiatannya seputar kasur dan dapur dengan perannya sebagai batur (jawa= pembantu) pepatah menyatakan’surga nunut neraka katut’ yang berarti kalau bisa masuk surga karena menyertai suami sebaiknya masuk nerakapun diikutinya alias pupuk bawang (ikut-ikutan) dan suami menempati posisi di atas (terhormat) layaknya majikan semua minta dilayani.
Islam memandang peran pasutri sebagai sahabat. Awal perserikatan mereka pada pernikahan untuk kebaikan. Karena istri memiliki potensi bisa menentramkan serta memberikan kesenangan pada suami (Qs. 30: 21 dan Qs. 7: 189) maka Islam memberi jalan pada suami agar memperlakukan istri dengan baik dalam hal pemberiannya atas makanan dan pakaian serta tempat tinggal secara layak, perhatikan (Qs. 4:19; 2:233; 65:6).
Keserasian pasangan pun dalam keluarga tidak ditentukan dari kekayaan, fisik-ly seseorang ataupun martabat dari keluarganya, namun dikarenakan kepribadiannya. Komponen pembentuk kepribadian seseorang dapat dilihat melalui matras personality-nya dimana komponen tersebut bersifat genetic yang non heriditas. Maksudnya bukan karena diwariskan dari  orang tuanya, melainkan berasal dari apa-apa yang dianugrahkan tuhan pada masing-masing orang secara spesial. Yakni diketahui pada lapisan otak sebelah dalam atau luar yang berwarna putih atau kelabu dan pada belahan otak sebelah mana dari system operasi seseorang dalam berfikir dan bersikap secara dominan dari yang paling kerap dipergunakan.
Prosesi keserasian yang ditampakkan kedua pasangan tersebut tidak semata hanya terpola pada komunikasi saja seperti pada pilihan vocabulary, intonasi penyampaian atau bahkan daya energy yang menyertai ucapan seseorang, melainkan kata Farid Poniman penemu mesin kecerdasan STIFIn: ‘juga tergantung dengan hubungan kemistrinya’. Dalam teori kecerdasan tunggal, Carl Gustaav Jung dengan jelas menyatakan bahwa satu orang hanya memiliki satu kemistri bawaan yang sejalan dengan jenis kecedasan tunggalnya. Kemistri (eng=cham), dalam istilah serapan dari buku DNA SUKSES-MULIA  merupakan garis tangan dari mesin kecerdasan seseorang bila dimasukkan unsur alam semesta dari ilmu daratan china (teori U-sing) seperti tabel berikut.

Output
 persahabatan pasutri pada tabel hubungan kemistri akan melahirkan kesinergisan dalam membina keluarga hingga terpeliharanya keharmonisan hubungan mereka serta berkasih sayang (mawaddah wa rohmah). Disaat mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga tentu tidak semudah yang dibayangkan namun kepastian untuk memperoleh kemistri dari persahabatan tersebut sebagaimana yang telah dijanjikan Tuhan untuk mendapatkan keberlimpahan (arab=aghniya). Cobaan itu terkadang riak kecil ataupun besar yang kedatangnya pun pasti pula bergelombang serta pasang surutnya keyakinan untuk sampai pada suatu tujuan mulia yakni mengapai keridlo’an Sang pemberi kehidupan, membutuhkan perjuangan serta kesabaran. Mungkin badai datang dan berlalu, akan tetapi kesadaran kalian terhadap cobaan yang datang pasti menuntut suatu pengorbanan berupa kesetiaan dalam menjalankan perintah dan larangan larangan Tuhan dalam penyempurnaannya terlaksananya kewajiban.
Pengorbanan dapat berupa harta, tenaga/pikiran (jiwa). Inilah tabiat perjuangan dimanapun dan kapanpun, maka bukanlah hal yang istimewa apabila sewaktu-waktu pasangan Anda menginginkan mendapat pelayanan yang lebih dari cukup. Permakluman terhadap keterbatasan kemampuan dan kesempatan disuatu saat diperlukan, namun tidak menyebabkan kecerobohan hingga mengabaikan hak pasangannya apalagi sampai mencampakkan aturan Tuhan. Memang manusia tidaklah ma’shum (terbebas dari kesalahan), kesadaran pasangan untuk tidak berharap di luar kemampuan yang dimiliki, memahami perihal kelebihan dan kekurangan sahabatnya, sekalipun dia berpotensi dasar kemanusian yang sama yaitu pada akal manusia Tuhan memberinya pilihan jalan agar mereka dapat memilih sesuai perintah dan larangan-Nya atau berbuat kerusakkan (fasad).
Kreativitas pasutri dalam memecahkan hambatan kelemahan secara bersama merupakan bagian penting dalam persahabatan. Hal demikian akan berujung pada sinergi yang sanggup mengatasi kendala menjadi potensi sekaligus meramu potensi bersama yang membuahkan produktivitas melebihi kemampuannya sebelum menikah. Namun kejadian yang sering terjadi sebaliknya, lantaran pasangan Anda seolah menjadi pembeban bukan peringan beban yang dipikul dengan dalih pengkotak-kotakan kerja (peran) dalam interaksi kemistri menjadi dasar egoism untuk tidak mau tahu terhadap keberhasilan ataupun kegagalan pasangannya dalam menyempurnakan setiap kewajiban. Pemeliharaan anak misalnya, sekalipun merupakan tanggung jawab istri namun tidak berarti ayah haram membantu istrinya mengerjakan teknis mengasuh dan mendidik mereka.
Terakhir, penulis mengajak diri pribadi dan pemerhati keluarga agar tidak menjadikan rumah hanya sebatas tempat istirahat dan tidur, bernaung dari panas dan hujan, namun ia adalah wadah pencetakan dan pengemblengan generasi handal. Untuk itu suasakan rumah dengan kerinduan mengoptimalkan potensi diri yang sudah diketahui dengan terbukanya pintu depan karpet merah, meramu kelebihan dan mengeliminasi kendala demi kesempurnaan perjuangan yang wajib, yakni pada proses.